Syeikh Yusuf Al Qaradhawi telah
meninggal pada Senin, 26 September 2022. Beliau meninggal dunia di usianya yang
ke-96 tahun. Hampir tiga bulan seorang ulama dunia telah meninggalkan kita
semuanya, namun pemikiran Islam dalam karya-karya sampai sekarang masih kita baca
termasuk di bidang ekonomi Islam. Di antara karya-karyanya di bidang ekonomi
Islam adalah al-Halāl wal Harām fil Islam dan Dawrul Qiyāam
wal Akhlāq fil Iqtisād.
Diantara pemikiran ekonomi Islamnya menurut saya yang kebanyakan tokoh
pemikiran ekonomi Islam jarang menyentuhnya adalah konsep istikhlaf. Padahal
konsep ini adalah sangat fundamental dan terkait aspek tauhid yang merupakan
dasar utama dalam ekonomi Islam. Menurutnya, konsep istkhlaf dalam ekonomi
Islam menetapkan bahwa manusia bukan lah pemilik harta tetapi dia hanya
diberikan kekuasaan dan amanah untuk memanfaatkan harta Allah yang absolut
dimiliki-Nya. Adapun dasar dari konsep istrikhlaf ini diantaranya terdapat
dalam Surah al-Najm ayat 31: “Dan hanya kepunyaan Allah lah apa yang ada di
langit dan apa yang ada di bumi.”
Konsep dasar istikhlaf ekonomi Islam menurutnya ada 2 poin penting.
Pertama, harta merupakan rizki yang dianugerahkan Allah kepada manusia,
sebagaimana dalam Surah al-Nahl ayat 53: “Dan apa saja nikmat yang ada pada
kamu, maka dari Allah-lah datangnya…” Islam mengajarkan kita untuk membelanjakan
rizki kita kepada hal-hal yang baik baik itu diri kita sendiri, keluarga,
kerabat, dan masyarakat. Dalam Surah al-Baqarah ayat 3 Allah berfimran. “…dan
menafkahkan sebahagian rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka.” Karena itu
dikatakan sebagai rizki ketika harta tersebut di nafkahkan atau dibelanjakan
oleh tiap-tiap individu manusia.
Kedua, seluruh harta adalah milih Allah swt, manusia hanya diberikan
amanah untuk memanfaatkannya sebagaimana yang dijelaskan dalam Surah al-Hadid
ayat 7: “Dan Nafkahkan lah sebagian dari hartamu yang Allah telah menjadikan
kamu menguasainya.” Beliau menegaskan karena itu harta yang kita peroleh Sekarang
ini harus ditunaikan kepada hak-hak Allah swt yang telah dijelaskan dalam
al-Qur’an dan Sunnah. Karena itu tugas sebagai pemegang amanah menjalankan apa-apa
yang diperintahkan oleh si pemilik dari hak harta tersebut yaitu Allah swt. Misalnya,
ketika harta kita sudah mencapai nisabnya maka masuk lah ketentuan zakat, atau
ketika kita telah memenuhi kebutuhan kita dari harta dan kemudian ada kelebihan
maka nafkahkan lah di jalan Allah melalui sedekah, infak dan wakaf.
Selanjutnya, dampak dari konsep istikhlaf ini dapat mengekang hawa
nafsu manusia untuk tidak belebih-lebihan dan boros, sebaliknya akan berhemat
sesuai ketentuan Syariah. Dengan memahami konsep istikhlaf ini seorang Muslim tidak
terpengaruh oleh hartanya karena ia meyakini bahwa itu adalah mutlak milik Allah
swt. Dampak yang lain dari konsep istikhlaf ini adalah dengan mudahnya seorang
Muslim untuk mentaati perintah Allah swt yang berkenaan dengan pengelolaan
kekayaan. Terakhir dampaknya adalah membantu seorang Muslim hidup dengan tenang
tidak disibukkan dengan urusan dunia semata melalui hartanya.
Dari konsep istikhlaf yang telah beliau paparkan kita dapat mengambil
pelajaran bahwa seorang Muslim yang diamanahkan harta oleh Allah swt, kita
harus mampu dengan benar mengelolahnya sesuai dengan ketentuan-ketentuan-Nya sebagai
pemilik mutlak dari seluruh harta, yang merujuk pada al-Qur’an dan Sunnah. Allah
swt sebagai pemilik Mutlak seluruh kekayaan di ala mini meminta orang-orang
Muslim untuk mencari dan membelanjakan harta-Nya secara halal karena di akhirat
kelak akan menjadi pertanggung jawaban bagi tiap-tiap individu Muslim.
Hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu. Dalam
Hadits tersebut Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Tidak akan
bergeser kedua kaki anak Adam di hari kiamat dari sisi RabbNya, hingga dia
ditanya tentang lima perkara (yaitu): tentang umurnya untuk apa ia habiskan,
tentang masa mudanya untuk apa ia gunakan, tentang hartanya dari mana ia
dapatkan, dan dalam hal apa (hartanya tersebut) ia belanjakan serta apa
saja yang telah ia amalkan dari ilmu yang dimilikinya.” (HR. at-Tirmidzi no.
2416, ath-Thabrani dalam al-Mu’jam al-Kabir jilid 10 hal 8 Hadits no. 9772 dan
Hadits ini telah dihasankan oleh Syaikh Albani dalam Silsilah al-AHadits
ash-Ashahihah no. 946). Wallahu’alam bil sawab!
Sumber: Majalah Gontor, ditulis oleh Dr. Nurizal Ismail